Jumat, 21 November 2008

RAPUHNYA JEMBATAN MAHASISWA UNHAS

Bukan rahasia lagi diantara kita bahwa pesta demokrasi yang terjadi beberapa waktu yang lalu dikampus merah ini yaitu pemilihan lembaga legislatif dan eksekutif lembaga mahasiswa tingkat universitas memakan dana yang sangat banyak yang berasal dari dana kemahasiswa . Namun hal ini tidak disertai dengan kinerja yang ditunjukan oleh presiden dan ketua MTM (Majelis Tertinggi Mahasiswa) terpilih hal ini dibuktikan dengan tidak seriusnya LEMA dalam mengadvokasi kasus skorsing mahasiswa sospol beberapa bulan yang lalu, kasus pelecehan seksual terhadap mahasiswa peternakan oleh sopir pete-pete , merajalelanya kandidat walikota makassar berkampanye dalam areal kampus, dan banyak sekali isu-isu lokal maupun nasional yang seharusnya menjadi tugas dan tanggung jawab lema dalm menaggapinya tapi dibiarkan berlalu begitu saja, bahkan Sekret yang terletak dibawah perpustakaan pusat sampai hari ini masih tidak terlihat aktifitas apapun yang dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam struktur Lema saat ini.
Sistem pemilihan yang cendrung menggunakan kendaraan partai politik menurut saya sudah saatnya kita tinggalkan karena sistem ini yang seharusnya bertujuan untuk pemerataan kekuasan mengingat mahasiswa dimasing-masing fakutas memiliki jumlah yang tidak sama sehingga bisa tercipta proses demokrasi ideal lebih cendrung melahirkan gerakan politik kekuasan yang dalam penetapan agenda dan target politik maupun pemilihan lawan serta kawan politik semata-mata urusan taktis dan strategis untuk mempertahankan kekuasaan didalam percaturan politik dikampus unhas bukan melahirkan gerakan politik nilai yang senantiasa memperjuangkan nilai-nilai atau sistem nilai yang sifatnya universal seperti keadilan sosial, kemanusiaan, demokrasi dan solidaritas kepada rakyat yang tertindas.
LEMA yang cendrung berada dibawah garis koordinasi bahkan intruksi pembantu rektor III atau Dema (dewan mahasiswa ) yang dalam sistemnya hanya berupa garis koordinasi dengan Rektor merupakan dua dari berbagai pilihan yang bisa kita gunakan untuk memperjuangkan kepentinggan semua maahasiswa Universitas Hasanuddin. Namun yang harus kita pikirkan baik sistem Lema atau Dema yang akan kita gunakan perlu ada pembicaraan dan kajian yang lebih mendalam oleh stecholder-stecholder terkait khususnya para ketua Bem Fakultas sehingga lembaga tinggi tingkat universitas mampu menjembatani segala kepentingan mahasiswa Universitas HASANUDDIN mengingat ideologi dan kultur mahasiswa yang berada dimasing-masing fakultas sangat beragam.
Taman Sylva, 16 November 2008
Erdi Jaya
(Ketua Umum SYLVA INDONESIA (PC.) UNHAS)

Sabtu, 15 November 2008

Dinamika sistem pembelajaran di Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin kini telah dimulai sejak diberlakukannya kurikulum baru pada tahun ajaran 2007/2008. Kurikulum baru ini kemudian mencoba untuk menggabungkan program studi yang ada di kehutanan sebelumnya yaitu, Manajemen Hutan dan Tekhnologi hasil hutan. Dengan penggabungan ini diharapkan agar mahasiswa dapat menguasai ilmu - ilmu dasar tentang kehutanan secara umum, dan tidak terpaku pada satu program studi atau bidang saja. Dengan kurikulum baru ini juga mahasiswa akan diberikan 16 pilihan minat bidang yang ingin diperdalam oleh mahasiswa, yang kemudian akan diarahkan ke laboratorium - laboratorium yang sesuai dengan minat mahasiswa. Dengan kata lain mahasiswa akan terbagi - bagi menjadi kelompok - kelompok minat pada laboratorium - laboratorium yang mendukung bidang atau minat mahasiswa.

Kemudian muncul pertanyaan, siapa yang kemudian dijadikan objek untuk menjalankan kurikulum baru ini ?. Kurikulum baru ini diwajibkan untuk angkatan 2007, 2008, 2009 dan seterusnya. Terus bagaimana dengan angkatan lain yang masih aktif menjalankan kuliahnya seperti angkatan 2005 dan 2006? . Untuk mahasiswa angkatan 2005 masih diberikan pilihan apakah mau mengkuti kurikulum baru atau tetap pada kurikulum lama. Tapi pada umumnya mahasiswa pada angkatan ini kurang tertarik untuk masuk ke kurikulum baru karena berbagai alasan. Salah satu alasanya yaitu muncul pemahaman bahwa pada kurikulum baru ini terdapat mata kuliah tambahan yang kemudian harus diikuti, dimana mata kuliah tersebut telah tersajikan pada semester - semester yang lalu sebelum diberlakukannya kurikulum lama. Jadi untuk mengikuti sistem tersebut diperlukan waktu tambahan untuk menyelesaikannya. Untuk mahasiswa angkatan 2006 juga masih diberikan pilihan untuk mau mengikuti kurikulum baru atau tidak. Sorry,, untuk angkatan 2004 bagaimana toh masih ada yang aktif kuliah, untuk angkatan ini pada umumnya hanya tinggal mengulang atau melengkapi mata kuliahnya yang tertinggal, jadi mereka tidak berpikir lagi untuk mau mengikuti kurikulum baru. Tapi alasan - alasan di atas masih perlu pendalaman lebih lanjut dengan melakukan polling tentang permasalahan kurikulum baru.

Divisi Litbang Sylva Indonesia (PC.) Unhas Periode 2008-2009

Jumat, 14 November 2008

Indonesia merupakan negeri kaya dengan hutannya yang luas, tanahnya yang subur masih ditambah dengan kandungan barang tambang nan melimpah, belum lagi kekayaan lautnya yang luar biasa besar ternyata berbaris bersama deretan negara-negara miskin di dunia. GNP perkapitanya hanya berada sedikit diatas Zimbabwe (sebuah negeri miskin dikawasan Afrika). Hutang luar negerinya terhitung Rp 742 triliun (Forum, 5 Maret 2002). Dari sini tampaklah bahwa beban perbaikan ekonomi kedepan akan sangat berat. Selain harus membayar cicilan hutang, juga harus melunasi bunganya. Begitu tingginya ketergantungan pemerintah terhadap hutang , sampai-sampai ini dijadikan sebagai sumber pemasukan kas negara (sungguh ironis sekali). Padahal jika kita berfikir lebih serius, sebenarnya hutang luar negeri yang selalu bertambah itu memunculkan persoalan baru dibidang pengelolaan sumber daya alam. Kerusakan hutan, polusi udara, dan kerusakan infrastruktur tanah akibat eksploitasi ‘membabi-buta’ barang-barang tambang terjadi dari Sabang sampai Merauke demi mendapatkan selembar uang untuk mencicil utang serta untuk memenuhi permintaan dari pihak yang memberikan “pinjaman utang”. Sementara rakyat yang nota bene adalah tuan rumah, hanya bisa mengelus dada dan bersabar atas tingkah polah para penguasa. Sumber daya alam Indonesia yang melimpah ternyata tidak membawa berkah bagi rakyatnya. Dari sini dapatlah kita mengerti mengapa negeri sekaya Indonesia, sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan. Laksana ayam yang mati di atas pendaringan beras.

Terkait dengan kepemilikan umum di Indonesia, individu ataupun swasta bisa mendapatkan hak yang diberikan oleh penguasa untuk menguasai dan mengeksploitasi sumber-sumber kepemilikan umum seperti tambang (batubara, emas, tembaga dll), hutan, minyak, gas bumi dan lain sebagainya. Walaupun dalam kontrak perjanjiannya tidak sampai menguasai sumber daya alam tersebut dalam bentuk hak milik, namun yang berhak untuk memiliki hasil bersih dari sumber daya alam yang telah dieksploitasi, tetaplah individu atau perusahaan swasta yang diberi hak oleh Sang Penguasa Sebagai contoh, rata-rata hasil hutan di Indonesia setiap tahunnya kini diperkirakan mencapai 7 - 8 milyar US dolar. Dari hasil sebesar itu, yang masuk kedalam kas negara hanya 17 %, sedangkan sisanya yaitu sebesar 83 % masuk ke kantong penguasa HPH.

Pengelolaan hutan dengan sistem ini (HPH) sebenarnya sangat merugikan rakyat. Konsep yang sebenarnya sudah dianggap salah (usang) oleh Belanda ini malah di adopsi oleh penguasa Indonesia. Mungkin karena pemerintah sangat membutuhkan uang untuk membiayai pembangunan dan membayar utang-utangnya, lebih dari setengah dari luas hutan Indonesia (144 juta ha) dilelang begitu saja kepada para pengusaha rakus ditambah lagi dengan keluarnya PP no 2 tahun 2008 yang sangat tidak berpihak pada rakyat dan kelestarian lingkungan. Hal ini di sebabkan karena tarif yang dikenakan untuk kawasan hutan yang dijadikan wilayah pertambangan sangat murah bahkan lebih murah dari bakwan, jalangkote , dan gorengan yang dijual mace-mace (pertambangan horizontal;hutan lindung 3 juta/ha/tahun, hutan produksi 2,4 juta/ha/tahun ) sungguh sangat ironis.

Taman Sylva, 22 April 2008

Ketua sylva Indonesia (PC.) Unhas

Kamis, 13 November 2008